Tinggal menghitung hari keberadaanku di Lampung ini. Sudah saatnya menyiapkan diri mengambil resiko, baik buruknya tetap akan dilewati tidak mungkin dihindari. Mencoba mengurangi kesenangan bersama kawan-kawan dan menyajikannya kembali untuk orang lain.
Ingin rasanya selalu mencari sesuatu yang lebih baik, sebuah kesenangan yang mendekatkan pada masa depan yang lebih jelas meski tidak sistematis. Mungkin jalan inilah yang harus kuambil bahwa di dunia tidak ada yang sempurna kecuali dalam imajinasi. Semua serba kemungkinan tinggal mau tidak mengambil kemungkinan yang tentunya didalamnya terdapat resiko yang harus diambil.
Tidak mudah memang menjauh dari zona nyaman. Tentunya dalam hidup ini terwakili dengan keberanian kita mencari pengalaman, pengalaman yang akan memperkaya diri dan membuatku semakin bersyukur. Bisa mendapati sesuatu hal yang tidak semua orang belum tentu bisa mendapatkannya.
Selama setahun terakhir mencoba menjaga apa yang yakini bahwa kebenaran ya kebenaran dan tidak dapat digadaikan dengan yang lain. Kebanggaan mungkin itu yang kurasakan, Ketika saya dan kawan-kawan mencoba menyajikan apa yang ditutup-tutupi dan mungkin itu aib.
Tapi itu semua bukanlah aib tapi lebih tepatnya kecurangan atau kebusukan. Penindasan secara tersistematis dalam rangkaian jaringan. Mungkin dalam bahasa ilmiahnya simbiosis. Kata yang didengungkan dalam mata pelajaran biologi. Yang dapat diartikan sebagai kerja sama dan bersama-sama sinergi.
Bukan hanya penindasan tapi juga pemerasan. Yang kuat memeras yang lemah atau yang punya kewenangan memeras yang bisa diambil keuntungan.
“Mengolah” kata yang sangat familier ditelinga. Kata yang menandakan adanya keuntungan yang bisa diraih orang lain. Satu perbuatan yang sangat kubenci, entah karena tak mampu mengolah atau sadar bahwa pekerjaan itu tak baik dan merugikan oran lain.
Disatu sisi aku begitu menyukai pekerjaan ini. Pekerjaan yang menuntut bertemu banyak orang. Bukan hanya itu tapi pekerjaan ini juga menuntut untuk harus belajar dan tahu lebih banyak. Atau mencoba mempermalukan diri ketika bertemu dengan seseorang dan kita tidak tahu apa yang sedang dibahas.
Namun, disisi lain melihat sedikit oknum yang menodainya. Dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Memang sih dalam hidup ini perlu materi dan pasti menjadi unsure yang penting. Tapi apakah perlu sampai melacurkan diri atau melakukan pemerasan.
Mungkin sudah jalanku tidak bisa bertahan diprofesi ini dan harus banting stir. Mencari pekerjaan yang jauh dari kepentingan public jadi tidak perlu takut apakah itu melanggar kode etik atau tidak.
Ini bukan kali pertama saya mundur dari apa yang telah dilalui. Tidak akan menyesal, dulu atau enam tahun lalu pernah juga saya mundur dari tempat yang memberiku kebanggaan sama halnya tempat ini yang senantiasa membuatku bangga. Semua dalam taraf pencarian, menemukan sesuatu yang sejatinya bisa buatku nyaman. Ingin sih bekerja bukan karena bisa menyelesaikan pekerjaan itu tapi alangkah nikmatnya bila bekerja dengan kesenangan.
Sejak dulu mencoba tuk menjalani “totalitas” dalam hal apapun. Tidak mau lagi melakukan sesuatu dengan setengah hati terlepas hasilnya baik atau buruk. Bukan terlalu takut menjadi miskin tapi jujur aku terlalu takut kalau tidak bisa memberi makan tuk keluargaku.
Tidak boleh egois hanya mementingkan diri sendiri dan abai terhadap mereka. Bukankah karena mereka kita bisa bertahan, berbuat lebih baik dan memberi kebangaan bahwa kita bisa bahagiakannya.
Ah, biarlah ku bawa kebingunganku ini ke Jogja, semoga disana kutemukan satu pengharapan yang lebih baik. Satu tempat yang bisa memberiku kesempatan tuk menikmati kegilaan dan tentunya tetap produktif.
Kini, tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain tetap berpikir positip bahwa Tuhan beri yang terbaik untuk kita. Tak ada sesuatu yang sia-sia sebab semuanya adalah prosessssssssssss.................
Minggu, 25 April 2010
Jumat, 05 Maret 2010
Aku Melihat Kebohongan Itu
Kenapa manusia itu pada dasarnya egois. Tak sengaja bisa menyakiti atau melukai orang lain tapi tak mau disakiti dan dilukai. Begitu halnya mungkin sifat alami setiap orang yang pada dasarnya suka berbohong atau lebih tepatnya harus berbohong hanya karena kesenangannya terusik.
Padahal setahuku bukankan akan lebih baik bila kesenangan itu dinikmati bersama yang lain. Atau mungkin kesenangan itu hanya pantas untuk dirinya sendiri agar tak ada orang lain yang turut bersenang-senang.
"Bohong" satu kata yang benar-benar mampu membunuh seseorang secara pelan-pelan. Entah mahluk seperti apa wujudnya, saya sendiri tidak tahu dan tidak pernah melihatnya. Tapi bila kata itu muncul dan mengenai kita pasti akan menyakitkan.
Satu penyakit yang berawal dari sesuatu yang kecil. Yang sebenarnya tidak perlu ada bila hal itu memang tidak perlu tertanam. Namun akan lain ceritanya bila kata itu telah menghinggapi seseorang.
Mungkin ganasnya akan lebih sadis dari penyakit kanker. Penyakit yang ditakuti oleh kebanyakan orang yang mungkin sampai saat ini belum ada obatnya secara jelas. Yang benar-benar menyembuhkan tidak hanya sementara atau memperpanjang usia hidup.
Tapi sejatinya penyakit itu tak pernah hilang. Hanya untuk sementara tidak menampakkan diri dan nanti akan muncul kembali bila kondisi memungkinkan.
Tidak munafik, saya pun pernah berbohong tapi itupun lebih banyak membohongi diri sendiri. Menyakinkan bahwa diri ini mampu bertahan didalam sebuah kehidupan yang benar-benar tidak jelas tujuan akhirnya.
Melihat suatu ketimpangan sosial dan berdiam diri, mengalihkan seolah-olah hal itu tidak ada. Membohongi hati ini bahwa nilai-nilai itu masih ada dalam kehidupan yang serba semrawut. Memikirkan perut sendiri tanpa peduli yang lain.
Aku bingung kemana harus bersandar ketika orang-orang disekitarku mulai berpura-pura. Ia akan tersenyum didepanku dan ia akan berkata sinis ketika ada dibelakangku.
Konyolnya untuk suatu cerita yang kecil saja ada yang rela bertahan. Entah karena apa saya sendiri tidak tahu tapi saya lihat kebohongan itu ada.
Padahal setahuku bukankan akan lebih baik bila kesenangan itu dinikmati bersama yang lain. Atau mungkin kesenangan itu hanya pantas untuk dirinya sendiri agar tak ada orang lain yang turut bersenang-senang.
"Bohong" satu kata yang benar-benar mampu membunuh seseorang secara pelan-pelan. Entah mahluk seperti apa wujudnya, saya sendiri tidak tahu dan tidak pernah melihatnya. Tapi bila kata itu muncul dan mengenai kita pasti akan menyakitkan.
Satu penyakit yang berawal dari sesuatu yang kecil. Yang sebenarnya tidak perlu ada bila hal itu memang tidak perlu tertanam. Namun akan lain ceritanya bila kata itu telah menghinggapi seseorang.
Mungkin ganasnya akan lebih sadis dari penyakit kanker. Penyakit yang ditakuti oleh kebanyakan orang yang mungkin sampai saat ini belum ada obatnya secara jelas. Yang benar-benar menyembuhkan tidak hanya sementara atau memperpanjang usia hidup.
Tapi sejatinya penyakit itu tak pernah hilang. Hanya untuk sementara tidak menampakkan diri dan nanti akan muncul kembali bila kondisi memungkinkan.
Tidak munafik, saya pun pernah berbohong tapi itupun lebih banyak membohongi diri sendiri. Menyakinkan bahwa diri ini mampu bertahan didalam sebuah kehidupan yang benar-benar tidak jelas tujuan akhirnya.
Melihat suatu ketimpangan sosial dan berdiam diri, mengalihkan seolah-olah hal itu tidak ada. Membohongi hati ini bahwa nilai-nilai itu masih ada dalam kehidupan yang serba semrawut. Memikirkan perut sendiri tanpa peduli yang lain.
Aku bingung kemana harus bersandar ketika orang-orang disekitarku mulai berpura-pura. Ia akan tersenyum didepanku dan ia akan berkata sinis ketika ada dibelakangku.
Konyolnya untuk suatu cerita yang kecil saja ada yang rela bertahan. Entah karena apa saya sendiri tidak tahu tapi saya lihat kebohongan itu ada.
Rabu, 24 Februari 2010
Jangan Jadikan Aku Pembohong
Mungkin inilah tanda-tanda akhir jaman manakala kejujuran dipandang dengan cara yang negatif. kejujuran dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan, sebagai sesuatu yang menyakitkan karena sering kali membuat orang tersinggung.
Coba kalau dulu pas jaman kita SD ada mata pelajaran KEJUJURAN pasti semua akan berjalan sebagaimana mestinya. Kita pasti tidak akan kenal istilah asal bapak senang (ABS) ataupun penjilat. Semua dikatakan yang baik-baik saja meski kalau kita sadari saran dan kritik akan buat kita lebih baik.
Lebih bisa buat kita dewasa dengan cara pandang berbeda bahwa segala sesuatu itu tidak ada harga mati kecuali kapan kita mati. Akan kah kita sesali nanti kalau pas kita tua karena teringat bahwa kita sering bohong hanya untuk menyenangkan orang.
Akankah kita ajari anak-anak kita cara berbohong yang baik hanya untuk menyenangkan orang lain. Membuat semua orang melempar senyuman tanpa sebuah perbaikan. Dengan kejujuran orang lain bisa buat kita mawas diri, bisa belajar tuk lebih baik dan terus maju.
Pujian seringkali buat kita terlena dan serasa ada di awang-awang. Kita merasa telah sempurna tanpa ada perkembangan ke arah baik. Saran, kritik, atau keluhan bila bisa kita pandang dengan cara yang positip pasti akan membuat kita bersyukur. Masih ada orang yang menyanyangi apa adanya tanpa kepura-puraan.
Aku tidak tau lagi harus berbuat apa tuk meyakinkanmu bahwa kejujuran adalah yang terbaik meski menyakitkan. Mungkin saat ini kamu belum menyadari kalau aku benar-benar sayang kamu tapi aku yakin seiring berjalannya waktu kelak kamu akan tahu kalau aku hanya berusaha apa adanya tanpa niatan untuk menyakiti. Karena kamu adalah sahabat yang bisa mewarnai dan menutupi segala kekuranganku.
BERPROSES MENJADI DEWASA MEMANG MENYAKITKAN KARENA KITA DIHADAPKAN PADA BANYAK ORANG DAN SITUASI.
Lihatlah kupu-kupu, untuk menjadi cantik ia harus rela berpuasa menanggalkan semua ego yang ada dan yakin bahwa proses harus dilewati bukan dihindari.
Coba kalau dulu pas jaman kita SD ada mata pelajaran KEJUJURAN pasti semua akan berjalan sebagaimana mestinya. Kita pasti tidak akan kenal istilah asal bapak senang (ABS) ataupun penjilat. Semua dikatakan yang baik-baik saja meski kalau kita sadari saran dan kritik akan buat kita lebih baik.
Lebih bisa buat kita dewasa dengan cara pandang berbeda bahwa segala sesuatu itu tidak ada harga mati kecuali kapan kita mati. Akan kah kita sesali nanti kalau pas kita tua karena teringat bahwa kita sering bohong hanya untuk menyenangkan orang.
Akankah kita ajari anak-anak kita cara berbohong yang baik hanya untuk menyenangkan orang lain. Membuat semua orang melempar senyuman tanpa sebuah perbaikan. Dengan kejujuran orang lain bisa buat kita mawas diri, bisa belajar tuk lebih baik dan terus maju.
Pujian seringkali buat kita terlena dan serasa ada di awang-awang. Kita merasa telah sempurna tanpa ada perkembangan ke arah baik. Saran, kritik, atau keluhan bila bisa kita pandang dengan cara yang positip pasti akan membuat kita bersyukur. Masih ada orang yang menyanyangi apa adanya tanpa kepura-puraan.
Aku tidak tau lagi harus berbuat apa tuk meyakinkanmu bahwa kejujuran adalah yang terbaik meski menyakitkan. Mungkin saat ini kamu belum menyadari kalau aku benar-benar sayang kamu tapi aku yakin seiring berjalannya waktu kelak kamu akan tahu kalau aku hanya berusaha apa adanya tanpa niatan untuk menyakiti. Karena kamu adalah sahabat yang bisa mewarnai dan menutupi segala kekuranganku.
BERPROSES MENJADI DEWASA MEMANG MENYAKITKAN KARENA KITA DIHADAPKAN PADA BANYAK ORANG DAN SITUASI.
Lihatlah kupu-kupu, untuk menjadi cantik ia harus rela berpuasa menanggalkan semua ego yang ada dan yakin bahwa proses harus dilewati bukan dihindari.
Selasa, 02 Februari 2010
Gelisah Tiada Henti
Beberapa waktu terakhir ini saya memiliki kebiasaan baru, bukan berkegiatan atau beraktivitas. Tapi satu kebiasaan yang membuatku semakin harus berfikir jalan mana yang harus saya pilih.
Haruskan saya bertahan dengan apa yang ada sambil terus berjalan untuk masuk kedalamnya. Semakin jauh saya masuki jalan itu semakin terjal medan yang kulihat. Nampak sebuah kekecewaan manakala kita hanya dijadikan budak, sama sekali tak punya kuasa atas diri sendiri.
Benar juga bila dikatakan dengan tetap bertahan kita akan ditempa, akan diuji mengenai apa yang kita yakani. Berjuang layaknya pahlawan kesiangan sampai pernah kukatakan kenapa kita harus bersifat sosialis sedang mereka bersikap kapitalis.
Menjadi ego yang dipaksakan bila kita hanya berjuang untuk orang lain bukan untuk diri kita ataupun keluarga kita. Saya dan keluarga butuh penghidupan yang layak, yang lebih dari cukup manakala terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Adakah yang akan memperjuangkan nasib saya dan mungkin kita kalau kamu bersedia masuk didalamnya. Menjadi orang yang menjaga idealisme dan melacurkan diri untuk keberpihakan publik.
Padahal disekitarku kutemukan kontradiktif bahwa mereka yang harusnya bekerja untuk pengabdian tapi apa nyatanya mereka tak ubahnya dengan para preman menjadi penindas dan sok kuasa. Mereka memiliki kapasitas yang jauh lebih baik daripada saya. Dalam segala hal mereka unggul dan mereka banyak dicari agar mau melacurkan diri untuk kepentingan yang berduit.
Segala sesuatunya kini telah berubah, beda manakala ketika saya dan mungkin kamu saat masih berada dikampus. Semua yang ada ditujukan untuk pengabdian walaupun ada juga yang oprtunis tapi saya yakin itu hanya dua dari sepuluh. Tapi kini hampir semua menjadi orang yang bisa memanfaatkan kesempatan dan kewenangan untuk dirinya sendiri.
Sedang saya, sampai kini masih kebingungan menentukan arah. Akankan kulawan dengan resiko akan menjadi pecundang atau akan sama seperti mereka yang suka menjilat. Menggadaikan harga diri hanya untuk yang sesaat.
Masih belum kutemukan satu tempat yang dapat membuatku optimal sebagai manusia yang menikmati hidup. Bukan hanya berperan karena mampu tapi lebih pada kesenangan yang ada didalamnya bahwa kita bisa menjadi manusia yang humanis tanpa meninggalkan sisi-sisi kegilaan.
Haruskan saya bertahan dengan apa yang ada sambil terus berjalan untuk masuk kedalamnya. Semakin jauh saya masuki jalan itu semakin terjal medan yang kulihat. Nampak sebuah kekecewaan manakala kita hanya dijadikan budak, sama sekali tak punya kuasa atas diri sendiri.
Benar juga bila dikatakan dengan tetap bertahan kita akan ditempa, akan diuji mengenai apa yang kita yakani. Berjuang layaknya pahlawan kesiangan sampai pernah kukatakan kenapa kita harus bersifat sosialis sedang mereka bersikap kapitalis.
Menjadi ego yang dipaksakan bila kita hanya berjuang untuk orang lain bukan untuk diri kita ataupun keluarga kita. Saya dan keluarga butuh penghidupan yang layak, yang lebih dari cukup manakala terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Adakah yang akan memperjuangkan nasib saya dan mungkin kita kalau kamu bersedia masuk didalamnya. Menjadi orang yang menjaga idealisme dan melacurkan diri untuk keberpihakan publik.
Padahal disekitarku kutemukan kontradiktif bahwa mereka yang harusnya bekerja untuk pengabdian tapi apa nyatanya mereka tak ubahnya dengan para preman menjadi penindas dan sok kuasa. Mereka memiliki kapasitas yang jauh lebih baik daripada saya. Dalam segala hal mereka unggul dan mereka banyak dicari agar mau melacurkan diri untuk kepentingan yang berduit.
Segala sesuatunya kini telah berubah, beda manakala ketika saya dan mungkin kamu saat masih berada dikampus. Semua yang ada ditujukan untuk pengabdian walaupun ada juga yang oprtunis tapi saya yakin itu hanya dua dari sepuluh. Tapi kini hampir semua menjadi orang yang bisa memanfaatkan kesempatan dan kewenangan untuk dirinya sendiri.
Sedang saya, sampai kini masih kebingungan menentukan arah. Akankan kulawan dengan resiko akan menjadi pecundang atau akan sama seperti mereka yang suka menjilat. Menggadaikan harga diri hanya untuk yang sesaat.
Masih belum kutemukan satu tempat yang dapat membuatku optimal sebagai manusia yang menikmati hidup. Bukan hanya berperan karena mampu tapi lebih pada kesenangan yang ada didalamnya bahwa kita bisa menjadi manusia yang humanis tanpa meninggalkan sisi-sisi kegilaan.
Langganan:
Postingan (Atom)