Sabtu, 06 Juni 2009

Menjawab Pertanyaan Kamu

Ada kawan yang bertanya, "Kenapa media kita suka menampilkan hal-hal yang berbau kekerasan atau kriminal?"
Untuk menjawab pertanyaan itu sebenarnya gampang-gampang susah. Kalau kita merujuk pada konsep dasar manusia secara psikologis mungkin akan kita temukan jawabannya.
Jawaban kenapa masyarakat kita begitu menikmati tayangan yang berbau kekerasan, mungkin salah satunya lebih dikarenakan kekecewaan akan hal-hal yang menurut ego kita harus ada tapi kita tidak dapat atau belum mendapatkannya. Atau kadang kita merasa diperlakukan secara tidak adil. Sering kali ada orang yang bisa tertawa manakala orang lain bersedih. Penerapan standar atau nilai-nilai tanpa dasar yang jelas, yang dapat dijadikan tolak ukur bahwa kita juga harus sama seperti yang lain.
Sayangnya kita tidak mau berkaca seperti apa kita, apa yang telah kita miliki dan apa yang telah kita siapkan untuk sampai kesana. Saya sepakat dengan pepatah, semut diseberang lautan masih terlihat tapi gajah dipelupuk mata justru tidak terlihat.
Apa yang hendak kita lihat terhalang oleh ukurannya yang terlalu besar sehingga kita tidak mampu mengukur diri sendiri.
Secara tidak sadar telah kita kotak-kotakan, kita masukan dalam satu wilayah semau kita. Semua subjektif diri, membuat apa yang telah ada masih saja terasa kurang. Cobalah masuki ruangan secara objektif dengan memperhatikan norma yang berlaku.
Hampir semua orang didunia ini memiliki kekecewaan. Tak ada yang sempurna. Bahwa luka itu harus ada, yang mampu mengajarkan pada kita suatu pemahaman baru. Memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering kali muncul dan menggaggu manakala kita hendak tidur.
Pertanyaan yang tidak bisa terjawab dengan membaca buku atau dijawab si ahli. Tapi kita harus melaluinya, mendapat pengalaman secara spiritual bahwa Tuhan beri kita yang terbaik.
Ada alasan kita menyukai kekerasan tapi jangan cari alasan untuk berbuat kekerasan. Dunia damai itu indah, dunia penuh kasih dan senyum. Saling memberi semampunya.

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

TAK kuasa menahan tangis ibu mertua Sapri pingsan usai putusan hakim. Sapri divonis penjara delapan bulan karena dianggap sebagai penadah barang curian. Ia tak menyangka kalau anak menantunya akan dipenjara lantaran membeli motor bebek.

Peristiwa bermula sekitar empat bulan lalu, Sapri pulang ke rumahnya di Jalan RE Martadinata, Teluk Betung dengan sepeda motor Honda Supra Fit bernomor polisi BE-8325-CQ. Sapri mengaku membeli motor tersebut dari Ahmad Aday seharga Rp 2,1 juta.

Tak berapa lama Sapri ditangkap kepolisian karena diduga sebagai penadah motor curian. Setelah menjalani dua kali sidang Kamis (28/5) diputus delapan bulan penjara. Terhadap putusan hakim Sapri hanya menerima dan tidak akan melakukan banding.

Pihak keluarga hanya pasrah menerima putusan hakim dan berharap ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga. Semoga dengan kejadian ini bisa membuatnya lebih berhati-hati.

"Mau banding kemana mas, untuk makan saja susah. Untung sudah menjalani tiga bulan, tinggal nunggu yang lima bulan," keluh istri Sapri ketika ditemui Tribun di ruang tunggu tahanan Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Istri Sapri mengisahkan kalau anaknya ada dua dan masih kecil-kecil. Yang besar namanya Reza, ia belum bisa apa-apa meski usianya 12 tahun. Reza masih berperilaku seperti anak usia enam tahun.

"Kakak belajar di rumah saja ya," ujarnya sambil membelai rambut anaknya. "Anak saya ini mengalami kesulitan dalam belajar, pernah saya masukan TK terus SD tapi sampai sekarang belum bisa membaca dan menulis," imbuhnya.

Istri dan mertua Sapri tidak tahu harus dengan cara apa untuk bertahan hidup. Sapri sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga yang bekerja sebagai buruh harus mendekam di penjara. Kalau istrinya sedang dapat pekerjaan upahnya hanya Rp 20 ribu perhari.

Istri Sapri berharap agar kejadian ini tidak menimpa orang lain dan cukup suaminya saja yang dipenjara karena membeli barang curian. Keluarga Sapri rela kehilangan uang ataupun motor yang harus dijadikan barang bukti. Ia hanya bisa berharap dapat menjalani sisa hukuman dan menyadarkan Sapri untuk lebih hati-hati.

Ari Riwayatmu Kini

ARI tertunduk lesu di ruang tahanan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Menempati ruangan tanpa jendela berukuran sekitar sembilan meter persegi bersama seorang terdakwa. Ia memakai baju gamis dan peci, sama seperti pesakitan lainnya.

Dengan langkah gontai diikuti petugas dari kejaksaan dan kepolisian berjalan menuju poliklinik. Ia dibesuk kawan lama. Seorang kawan yang peduli akan nasib Ari. Di dalam poliklinik terlihat diantaranya bermain kode. Mereka berbicara sangat pelan supaya tidak ketahuan pihak kepolisian dan kejaksaan.

Didalam poliklinik tidak hanya Ari, tapi empat tersangka lain yang juga sedang dibesuk. Mereka tak saling tegur sapa.

Selasa siang (19/5) Jamhari baru saja dipindahkan usai menjalani penyidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Kejati melimpahkan Ari ke Kejari dengan disertai berkas dakwaan atas kepemilikan inex. Ia ditangkap sekitar dua bulan yang lalu di dalam sebuah diskotik

Jamhari hanya berbicara seperlunya. Terkadang tersenyum meski ada kesan dipaksakan. Hari itu belum ada satupun sanak keluarga yang menjenguknya.

Berbeda dengan nasib tersangka lain yang ditemui sanak keluarga. Mereka tercukupi secara perut dan ada teman bicara.

Ari merasa lapar dan belum makan siang dari pagi sampai siang. Sebelum kita pergi, ia berpesan untuk dibelikan nasi padang.

Dari temannya diketahui bahwa profesi Ari dulunya adalah wartawan. Ia tak menyangka kalau temannya yang pendiam akan berurusan dengan hukum karena narkoba

Istri Jebloskan Suami ke Penjara

YANTI tanpa ragu mengatakan "saya tak menyesal melaporkan suami saya ke polisi, biarlah itu jadi pelajaran agar tak semena-mena pada istri dan anak." Ucapan itu terlontar dari korban KDRT dengan tersangka Sugiono, suaminya sendiri.

Yanti banyak mengisahkan pengalaman menyakitkan yang telah ia alami bersama anaknya. Sering mereka menerima perilaku kasar yang dilayangkan Sugiono. Pernah suatu ketika tanpa alasan yang jelas Sugiono marah-marah lalu memaki-maki Yanti dan menjambaknya.

Bukan hanya itu, tapi pernah juga Yanti diseret Sugiono yang sedang mabuk dihadapan tetangga. Para tetangga mengaku tidak berani menolong karena Sugiono dikenal sebagai pemabuk dan pemarah.

Sugiono mengaku selama beberapa bulan terakhir ini tidak bekerja. Ia baru saja diberhentikan dari pekerjaannya sebagai satpam. Praktis ia hanya dirumah bantu-bantu pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci dan bersih-bersih rumah.

Yanti akhirnya menggantikan posisinya sebagai tulang punggung keluarga. Selama Sugiono menganggur Yanti bekerja sebagai buruh cuci disebuah loundry.

Puncak pertengkaran terjadi pada 24 Mei kemarin. Sugiono mengamuk dan menghajar putrinya, Indira (7) yang masih duduk kelas 2 SD. Indira kena sabetan tangan sampai mukanya memar-memar.

Sugiono menjelaskan pemukulan yang dilakukan kepada Indira bukan karena ingin menghajar atau melukainya. Ia berkilah hanya ingin memberi pelajaran Indira di depan ibunya.

"Males aku punya bapak kasar seperti kamu. Besok-besok kalau sudah besar pasti aku bunuh bapak," kata Sugiono menirukan kata-kata anaknya.

Setelah melakukan visum di Rumah Sakit Abdul Moeloek Yanti bersama ayahnya berangkat ke Mapolsek Kedaton dari kediamannya di Gedung Meneng untuk melaporkan Sugiono.

Yanti mengaku masih bingung, apakah akan menceraikan suaminya atau tidak. Ia akan menunggu keputusan keluarga. Tapi dalam hati ia berjanji untuk tidak akan kembali ke Sugiono lagi.

"Cukulah sembilan tahun saya mengalami sakit hati dan badan ini sakit akibat ulahnya," tutur Yanti lirih.

Yanti dan anaknya mengalami trauma karena perilaku kasar Sugiono. Akibat pemukulan itu Indira tidak mau keluar rumah atau ke sekolah karena takut bertemu ayahnya.

Kini setelah pihak Polsek Kedaton menangkapnya, Yanti sekeluarga merasa aman. Ia tak lagi memiliki alasan untuk takut berada di rumah. Nampak setelah penangkapan Sugiono, Yanti bisa tertawa menerima telepon dari kerabatnya di ruang periksa Mapolsek Kedaton yang menanyakan kabar anaknya.

Demi Anak Mintarsih Mencuri Susu

MINTARSIH menagis mendengar dakwaan jaksa. Ia di dakwa karena dua bulan lalu mencuri dua kotak susu Dancow di Indomaret bilangan Way Halim, Sukarame, Bandar Lampung. Ia terpaksa mencuri karena tidak mampu membeli susu untuk anaknya.

\Ibu satu anak ini mengakui semua yang didakwakan jaksa. Mintarsih menceritakan bahwa pertengahan bulan Maret 2009 ia dan anaknya hijrah dari Serang ke Lampung. Setelah satu Minggu di Lampung ia kehabisan uang.

Ia beberapa kali mencari pekerjaan tapi tidak membuahkan hasil. Hal ini membuat Mintarsih gelap mata, terlebih ia tak tega melihat anaknya menangis. Terdesak oleh kebutuhan ia terpaksa mengambil susu dari Indomaret.

Peristiwa pencuriaan itu terjadi pada hari Selasa (24/3) di Way Halim, Sukarame. Ia masuk ke toko dan merasa aman maka ia mengambil dua kotak susu lalu pergi. Tapi ternyata ada seorang bapak paruh baya yang melihat dan melaporkan ke pelayan. Pelayan lalu memanggil Mintarsih, karena gugup susu Dencow yang diambil jatuh di depan toko Indomaret.

Saksi yang melaporkan itu mencoba mendamaikan agar masalah ini tidak berlanjut. Tapi pelayan toko tetap bersikeras untuk melaporkannya ke pihak yang berwajib.
Kini, Mintarsih hanya pasrah karena di kenai pasal 362 KUHP tentang pencurian. Ia tak menyangka karena perbuatannya akan dituntut dengan penjara maksimal lima tahun.

Selasa (26/5) siang usai sidang pemeriksaan maka sidang dilanjutkan Selasa (2/6) depan untuk pembacaan tuntutan. Ia berharap agar diberi keringanan karena ia punya tanggungan anak.

Selesai sidang Mintarsih tetap menangis. Ia ditinggal sendiri di ruang sidang. Jaksa Penuntut Umum yang hendak pergi kembali masuk menemani Mintarsih. Jaksa merasa iba dan berusaha menghibur sampai ada petugas dari kejaksaan yang menjemput.

Selama menjalani sidang tak ada satupun sanak keluarga yang menunggui. Yang ada hanya Mintarsih, hakim dan Jaksa Penuntut Umum.

Selasa, 02 Juni 2009

Mencoba Memanjakan Diri

Ah mata ini terasa berat sekali meski waktu baru menunjukan pukul 10 malam lewat sedikit. Saya tak tahu kenapa tidak seperti biasanya. Bukankah selama ini saya baru bisa terlelap diatas pukul 12 malam. Apa ini permintaan bawah sadar bahwa saya harus istirahat.
Walau mata ini terasa berat tapi akan tetap kucoba untuk bertahan. Menanti tengah malam tuk istirahat, bukan untuk apa. Sekadar membiasakan diri untuk mencukupkan bahwa saya pasti bisa istirahat kurang dari delapan jam.
Tak tahu setan apa yang bergelantungan dikelopak mataku hingga ada kesempatan tuk bersandar pasti segera terlelap. Tak terhitung berapa kali saya harus menguap dan memaksakan diri untuk tetap menatap monitor.
Mencurahkan apa yang sekiranya masih bisa kucurahkan. Tidak hanya terbuang cuma-cuma tapi tercetak dalam huruf demi huruf menjadi susunan kalimat. Semoga saja bisa membuatku terkenang atau syukur-syukur ada yang bisa membaca dan menjadikan bahan diskusi.
Mencoba tidak ngelantur memang sulit. Belim juga pukul 12 malam tapi saya rasa harus merebahkan diri. Bukan untuk tidur tapi saya ingin memanjakan diri.