Jumat, 20 November 2009

Kamu Pilih Hening atau......

Seperti biasa saya berkumpul tiap malam bersama kawanku. Penuh canda tawa diselingi umpatan tapi keriuhan mereka seolah tak mengusikku. Saya lebih memilih asyik dengan pikiranku sendiri. Semua tak jelas di saat saya harusnya menemukan arti hidup.

Semuanya tak bisa seperti dulu yang asal berjalan dan selesai. Hal tersebut sudah tak berlaku bagiku. Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan kenapa saya memilih jalan terjal ini. Jalan dimana saya harus pergi ribuan kilometer untuk nantinya saya akan kembali ke titik nol dimana saya memulai perjalanan.

Ada suka duka dan kesenangan dalam tiap perjalanan hidup. Semua menjadi bermakna bila kita bisa mencerna bahwa apa yang dilakukan tidak berlalu sia-sia. Rugi usia, rugi waktu dan yang jelas rugi saat-saat dimana saya seharusnya bisa berkumpul dengan keluarga dan kawan-kawan untuk menikmati semua kegilaan.

Kegilaan yang mungkin dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja tapi tidak bagiku. Kegilaan saya anggap sebagai cerminan diri akan sesuatu hal yang dilaksanakan dengan segala totalitas. Tak ada alasan melakukan sesuatu setengah hati.

Teringat cerita dari kawan saat dalam perjalanan pulang dari kantor. Kawan saya ini cerita kalau dirinya mendapati jodohnya dengan cara yang unik. Diantara hangar binger teknologi yang diwakili facebook dan SMS.

Ia bertemu dengan pukaan hti setelah cukup lama menjalin hubungan jarak jauh. Bukan karena saling mengenal dan memuji. Ia justru hanya memperkenalkan hal-hal negative kepada si calon. Alasannya simple, kalau sesuatu yang baik dan positip tak perlu diperkenalkan. Hal tersebut secara naluri akan muncul disaat hubungan baik-baik saja. Lain halnya bila sedang berkonflik, yang ada hanya hal-hal yang negative.

Maka dengan penuh kesadaran untuk kehilangan ia ungkapkan sesuatu yang buruk yang ada pada dirinya tanpa sedikitpun ada usaha untuk menutupi atau memperhalus.

Beruntung ia mendapat seseorang yang secara sengaja memang mencari orang yang menjalni hubungan yang serius. Dengan segala keterbatasan akhirnya toh masih bisa berjalan. Ia jarang memandang sesuatu yang ada diatasnya tapi ia selalu memilih dan melalukan melihat sesuatu yang ada dibawahnya.

Alhasil kini mereka hidup bahagia dengan segala kesadaran dan apa yang telah ada tanpa mimpi yang mulul-muluk.

Minggu, 11 Oktober 2009

Pria Yang Memperempuankan Diri

Sebuah realita kalau apa yang kita lakukan mendapat penilaian orang lain. Perbuatan baik buruk, melibatkan atau tidak melibatkan orang lain pasti akan dikomentari. Menjadi kebutuhan untuk meng"ada" diantara hiruk pikuk orang lain mungkin dapat dikatakan suatu yang sifatnya wajib.
Sama halnya bila ada yang berpendapat bahwa kita mahluk sosial. Mahluk yang harus ada diantara kerumunan. Bukan hanya untuk saling membantu bila ada kebutuhan. Tapi juga memenuhi kebutuhan emosional semacam membicarakan orang lain, entah baik atau buruk.
Menjadi tolak ukur dan bahan pembicaraan yang menyenangkan, dulu katanya kaum hawalah yang memiliki hak atas gosip. Sekarang lihatlah disekitar kita, bukan hanya aku dan kamu yang suka bergosip ria tapi semua dari golongan usia.
Tak ada yang salah dengan gosip. Setidaknya dengan bergosip kita akan tahu kebaikan dan keburukan kita. Tidak hanya mau menilai orang lain, toh kita juga pantas menggosipi diri sendiri.
Tak perlu banyak berpikir dan memaksa perasaan, cukup dengan kesediaan jujur bahwa semua orang rata-rata sama. Sangat sulit mencari orang yang lebih, dalam arti jauh lebih baik atau lebih buruk, kalau ada perbedaan hanyalah sedikit itupun karena sudut pandang yang seringkali salah pilih.
Menilai diri sendiri dengan hal-hal yang menyenangkan dan menilai orang lain dengan sesuatu yang kurang mengenakan adalah sebuah kewajaran. Membuat standar yang seringkali tidak berimbang sekadar menutupi dan menyenangkan diri sendiri.
Pernah juga pada kondisi kita hanya membicarakan orang lain. Waktu berlalu begitu cepat tak terasa sudah dalam hitungan jam. Namun kalau sedang apes menjadi orang yang terekspolitasi, terdzolimi dan teraniaya waktu yang berjalan masih dalam hitungan menit rasanya sudah dipanggang berjam-jam.
Menyenangkan juga dalam kondisi jadi penonton, cukup tersenyum kalau ada yang tersentil dan tertawa bila yang lain ikut tertawa. Seolah itu naluri yang tidak perlu dipelajari semua terjadi secara tiba-tiba atau lebih tepatnya reflek.

Jumat, 09 Oktober 2009

Tak Sadar Rasa Sakit Itu Kutanam dalam Otakku

Kepala terasa begitu sakit hingga saya merasa berat untuk mengangkatnya. Bukan karena ada masalah dari luar yang menimpa. Tapi masalah tersebut justru ku ciptakan sendiri dalam sebuah bingkai ketidakjelasan. Masalah yang sebenarnya bisa dibiling ringan. Namun kata kawanku justru saya sendirilah yang membuatnya semakin berat.
Masalah yang tidak jelas asal usulnya, ibarat contoh hanya berasal dari kegelisahan kecil yang kupendam. Secara tak sengaja masalah tersebut kupupuk sehingga membesar. Lebih besar dari apa yang saya duga dan membuatku ingin bilang, "aku menyerah" jangan kau timpa lagi, cukup rasa sakit ini membuatku semakin panjang menarik napas.
Mencoba kukeluhkan pada orang disekitarku, harap ada sedikit yang hilang. Ku coba dan bukan hanya sekali tapi berulang kali. Anehnya rasa sakit tersebut memang ada, bukan karena tidak ada obat atau tidak tersembuhkan. Tapi........
Memang secara tak sadar rasa sakit tersebut kuciptakan dalam ruang-ruang yang ada diotakku. Awalnya hanyalah butiran debu yang melintas di depan wajahku, sebenarnya tidak menempel tapi kupaksakan seolah menempel. Kuperas otakku bahwa debu tersebut telah mengotoriku dan aku harus sebisa mungkin membersihkannya.
Selesai kubersihkan satu masalah timbul lagi masalah yang tidak jelas pangkal ujungnya, tahu-tahu ada. Saya harus percaya bahwa mungkin setiap orang perlu mitos. Satu pertanyaan yang telah terjawab secara ilmiah malah dimentahkan dengan sesuatu yang kurang ilmiah.
Yah, mungkin dan semoga masalahku tidak ada nyata tapi justru itu yang dapat membunuhku. Bukanlah sesuatu yang telah terjadi, hanya suatu ketakutan yang sebenarnya tidaklah ada dan tidak pantas dicemaskan. Kalaupun ada toh semua orang juga punya masalah. Orang lain punya masalah yang jauh lebih berat, sangat dimungkinkan.
Mungkin inilah kristalisasi dari apa yang kupelajari selama hidup dan bisa kunamakan racun kehidupan. Apa yang terjadi mempengaruhi apa yang kita pikirkan dan nampak dalam sikap. Sikap yang kacau, yang seharusnya tidak mengenai orang lain. Cukup saya yang tahu, tapi ego bodoh seperti itu ternyata masih belum bisa kumiliki.
Ada baiknya istrirahat dan menutup semua panca indra. Biarkan semua terjadi tanpa suatu ketakutan kita akan tertinggal atau terlewat. Saya adalah saya dan kamu adalah kamu, jadi saya bukanlah kamu, selesai.
Mudah memang kalau itu disajikan dalam kata-kata. Mencoba kembali setelah secara sadar mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia. Memasuki sebuah ruang yang ada hanya saya dan saya.
Semoga saya tidak terlena dalam sebuah konsep dan menjadikan diri ini lupa. Bahwa dunia terus berjalan dan yang jelas tidak akan berakhir begitu saja. Tak boleh melewatkan waktu dan habis untuk memikirkan sesuatu yang tidak jelas.
Yang terjadi biarlah terjadi setidaknya masalah dapat mendewasakan kita. Memperkenalkan sesuatu pada yang nyata bukan hanya dalam akal pikiran semata.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Karenamu Yang Luar Biasa, Saya Juga Pengen Sedikit Luar Biasa

Kekagumanku terhadapmu dari dulu sampai sekarang tak berubah. Meski waktu telah berjalan lebih dari 14 tahun. Kamu tetap sosok perempuan yang luar biasa. Penuh vitalitas, kerja keras, dan cerdas. Sosok kesempurnaan ada pada dirimu.
Saya masih ingat ketika dulu kamu berlari, penuh dengan kilatan keringat dan membuat raut wajahmu memerah. Saya juga ingat ketika kamu berselisih pendapat, kamu selalu bisa memberikan alasan bahwa apa yang kamu pilih benar. Terlebih kerja kerasmu dalam belajar, tak cukup hanya di sekolah atau dirumah. kamu selalu mengasah dan mengolah otakmu untuk dapat lebih baik.
Wajar bila saya dari dulu selalu mengagumimu. Kadang membuatku malu bila harus bertemu denganmu. Saya hanyalah setitik pemuja diantara pecintamu. Maklum juga bila saya tak pernah terlihat dan ada di depanmu. Setidaknya rasa bersyukur masih ada, Tuhan masih memberi kesempatan bagiku untuk berjuang. Mungkin tak adil bila semua usahaku itu kulakukan hanya untuk kamu, agar tak malu bila suatu saat mungkin kita akan bertemu.
Tak ada paksa yang membuat saya ingin bertemu denganmu, cukup mendengar kabar baik menyertaimu itu sudah cukup. Munafik bila setelah waktu berjalan kekagumanku berkurang tapi jujur sekian lama saya mencoba menghilangkan rasa sungkanku, ketakutanku bila kelak bertemu denganmu terasa sulit.
Saya pasti akan tetap menundukan kepala, kamu terasa jauh dilangit dan begitu sulit diraih. Sosok yang relijius, beda dengan diriku yang jauh dari nilai-nilai agama. itu yang pasti alasan dasar ada perbedaan yang begitu jauh. Kalau berani lebih jujur kecerdasanmu jauh, mungkin seratus atau seribu kali lipat dari apa yang terpendam di otakku.
Semakin saya belajar untuk setidaknya bisa berbicara setara, mengimbangi kecerdasanmu semakin menunjukan kekerdilan otakku. Apa yang kulakukan tak akan merubahnya. Kamu tetap jauh dan saya hanya bisa menatap dan tersenyum. Karenamu yang luar biasa saya juga pengen sedikit luar biasa.

Selasa, 18 Agustus 2009

Enggan Prakmatis

Lama tak kusentuh halaman blog yang dari dulu saya coba miliki. Memiliki satu tempat untuk sekadar menuangkan ganjalan hati atau unek-unek yang tiba-tiba terlintas dikepalaku. Tak ada yang istimewa memang, apa yang saya tulis hanyalah kegelisahan atas apa yang saya lihat disekitar.
Meski menyakitkan, dan enggan menulis tapi saya tetap mencoba, memaksakan jari ini terus bergerak. Tak usah berpikir, apa yang telah ada keluarkan, tak perlu memcari dan berangan apa yang harus diutarakan, cukup muntahkan. Semua ada tinggal berani tidak saya menghadapi kenyataan bahwa saya seperti itu terlepas dari pandangan orang bahwa saya termasuk digolongan yang baik atau buruk.
Pernah saya merasakan disuatu masa yang sangat menyakitkan, bukan kehilangan sesuatu atau ditinggalkan orang lain. Namun, ketika kawan terbaik saya berkata bahwa apa yang saya yakini selama ini salah semua. Semua yang saya ajukan tidak bisa direalisasikan, semua itu hanya ada dalam teori saja dan berlaku didalam kelas.
Teori yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak memberi perubahan. Padahal itu semua adalah teori atau lebih tepatnya wacana yang saya pahami dan menjadi keyakinanku.
Berawal dari rasa penasaran dan kucoba memcari jawab dengan segala macam dan akhirnya aku bersepakat dan bersekutu dengan hati dan pikiranku bahwa itulah (wacana) kucari.
Selama ini apa yang saya lakukan dan pelajari pelan-pelan saya arahkan pada keyakinan tersebut. Dalam bahasa ekstrim menjadi ideologi eksklusif bahwa yang lain pasti tidak memilikinya. Saya ingin menjadi orang yang berbeda dengan segala kekhasan dan keunikan yang sata miliki.
Sesuatu yang saya agung-agungkan bahwa tak ada orang lain yang memiliki sama persis dengan ideologi saya. Satu wacana yang mengarahkan pada satu titik tertinggi, "itulah yang kucari dalam hidup." Meski karenanya saya akan kehilangan banyak hal tapi setidaknya masih ada yang tersisa, tak lain adalah keyakinan.
Keyakinan yang menurut kawanku sama sekali tidak berarti, keyakinan yang tidak bisa membuat kita berkembang dan maju untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kata kawanku itu hanya akan membatasi apa yang seharusnya saya lakukan dan raih. Terlalu mengkotak-kotakan atau mungkin malah mengucilkan diri sendiri dalam ruang hitam dan gelap.
Dunia yang sebenarnya teramat luas untuk dijelajahi dan dipelajari mengkerdil, menjadi kecil karena pola pikirku yang salah. Dunia yang tak akan habis memberi pemahaman dan kekaguman bahwa setiap kita belajar dan tahu akan membuat kita akan lebih tahu.
Menjadi candu yang mengharuskan kita akan rakus ilmu pengetahuan, membuat lupa akan usia kita yang sebenarnya dan segala sesuatu ada masanya. Ada tugas-tugas sosial dan pribadi yang harus kita lalui sesuai dengan usia. Jangan sampai terlena dengan segala kenyaman karena itu akan menjebak dan menipu kita. Kesadaran yang kita rasakan bila semua telah berakhir akan membuat kita tidak memaknaai bahwa apa yang telah kita lakukan selama ini........ Sia-sia.
Mungkin temanku ini satu tipe yang prakmatis, tak sulit mencari orang seperti itu. Tinggal kita mengarahkan kaki unntuk mendatangi tempat-tempat hedonis, yang membuat lupa akan suatu perjuangan dan kerja keras. Maklum ia tak pernah mengalami kesulitan yang sesungguhnya dalam hidupnya. Ia bisa menyelesaikan masalah tanpa harus susah-susah belajar. "Masalah hari ini selesaikan hari ini dan masalah besok selesaikan besok," ujarnya.
Sikap pragmatis yang mungkin dimiliki semua orang khususnya bagi mereka yang hidup didaerah perkotaan dan serba keturutan. Berbeda mungkin bagi orang yang terkucil dalam suatu wilayah terbatas. Didalamnya terdapat suatu ajaran yang mengharuskan menjawab pertanyaan kenapa itu terjadi dan seberapa banyak alternatif jawaban yang bisa diberikan. Bukan hanya menyelesaikan masalah tapi juga memberikan pemahaman untuk menghadapi dan membekali diri dalam penyelesaian masalah yang lebih besar dan kelak pasti terjadi.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Tak Perlu Malu

Awal bulan Agustus 2009, iseng-iseng saya tulis nama beberapa kawan yang dulu pernah familiar dan ingat betul ejaannya. Salah satunya ada nama perempuan yang pernah dan sampai sekarang begitu sulit di lupakan ejaanya. Dengan pasti kutulis namanya meski ragu akankan dia masuk dalam jejaringan sosial.
Sedikit cemas ku tunggu dan “aha” nama dia muncul dan hanya satu plus fotonya. Meski lama tak jumpa saya yakin bahwa ia adalah orang yang ku maksud. Satu jam setelah ku add ku cek lagi dan alhamdulilah dia add balik.
Bukannya apa? Mungkin dialah perempuan yang kukenal baik tak lebih dari empat bulan tapi begitu berkesan. Kenapa, ya karena dia saya mengenal perjuangan, karena dia saya punya alasan untuk selalu mencoba hal baru dan terus lebih baik. Memanfaatkan apa yang ada menjadi sesuatu yang berkesan minimal buat diri sendiri kalau hal tersebut tidak bisa diberikan pada orang lain.
Sebuah alasan kenapa saya masih ada. Mungkin dianggap konyol, perkenalan tak lebih dari empat bulan memberi pemaknaan sepanjang usia. Kekagumanku pada kecerdasan dan kemampuannya untuk terus belajar dan belajar.
Memang saya jauh dibawahnya dalam hal kemampuan tapi dalam hal optimalisasi saya rasa semua berjalan lebih dari seharusnya. “Menembus batas” itu kata beberapa kawan untuk apa yang telah coba ku raih.
Tak terasa lebih dari delapan tahun ikut berpartisipasi mengeruk dunia. Berbagai tempat pernah kucoba dari industri otomotif, dunia pendidikan + laboratorium, dan kini dunia jurnalistik. Dunia yang sebenarnya tidak baru juga, dunia baru yang sangat menyenangkan, mempertemukan dengan banyak orang dari berbagai kalangan dari pejabat sampai penjahat.
Semua karena kamu, perempuan yang mengajarkanku bahwa aku akan tetap bersemangat. Berharap pada satu hal bahwa kelak bila bertemu denganmu aku tak perlu malu dan menundukan kepala.

Rabu, 17 Juni 2009

Ada Gadis Cantik!!!!!!!!!

Tak sengaja saya membuka berbagai folder foto dalam computer yang biasa saya pakai. Mencoba melihat seperti apa saja foto yang ada didalamnya. Jariku tetap saja kupaksakan mencari apa yang kira-kira menarik.
Dari atas saya cermati satu-satu, mencoba melihat sebenarnya apa yang dibidik kawan. Jujur saya kurang suka dengan kegiatan fotografi jadi lebih suka melihat hasil daripada berproses menghasilkan.
Saya terlalu penakut untuk melihat objek foto lalu mengabadikannya. Mungkin sekali dua kali saya berani, itupun setelah saya kenal baik dengan objek foto. Untuk yang belum kenal jangankan mengambil gambar, menatapun mata ini terasa enggan.
Dari ratusan gambar yang muncul ada sosok yang membuatku berhenti menggerakan mouse. Gambar gadis yang menurutku sempurna secara fisik tentunya. Saya tak berani mengatakan dia sempurna sepenuhnya.
Alasannya jelas saya tak tahu siapa dia, perilaku dia seperti apa, cara berpikir dan bersikapnya bagaimana. Untuk pandangan pertama saya langsung tertarik. Kalau ditanya alasannya apa saya juga kurang tahu, sebab yang saya tahu dia menarik.
Mencoba menanyakan pada beberapa kawan, siapa dia? Ternyata tak ada satupun kawan yang dengan pasti tahu siapa dia dan dimana dia tinggal.
Mudah-mudahan nanti ada yang memberi tahu siapa dia. Akan lebih beruntung kalau saya tahu data diri tentang dia. Sekadar menambah kawan, kawan yang saya kagumi dari pandangan pertama.
Sosok yang menarik, ayu meski tanpa make up. Manis tanpa rekayasa dan apa adanya. Beberapa alasan yang saya anggap cukup untuk mengagumi seseorang.
Mudah-mudahan apa yang menjadi daya tariknya bukan hanya pada tampilan semata. Tapi juga terpancarkan lewat kepribadian dan pola berpikirnya.
Senyum manisnya tampil tanpa paksaan. Membuat mata ini betah berlama-lama menatapnya. Bila tak berani menatap secara langsung bila ada kesempatan saya bertemu dengan dia pasti akan saya curi kesempatan untuk berlama-lama mendapat senyumnya.
Wahai gadis manis semoga suatu saat nanti saya bisa mengenalmu. Bukan untuk mencintai tapi cukuplah bagi saya berada didekatmu, menyaksikan keindahan ciptaan Tuhan secara langsung.

Sabtu, 13 Juni 2009

Berat Bila Kita Hanya Berpikir, Bertindaklah

Belum juga hari ini selesai dijalani, tapi pikiran ini sudah terasa berat. Memikirkan apa yang akan dilakukan esok hari. Tidak, saya tak bisa berdiam diri. Menyerah pada keadaan bahwa apa yang harus saya selesaikan terasa berat.
Tak ada pekerjaan yang mudah. Semua pekerjaan memiliki resikonya sendiri. Mungkin terlalu sering kita melihat orang lain sampai lupa. Bahwa orang lainpun akan melihat kita. Seolah-olah masalah hanya milik kita padahal tiap orang punya masalahnya masing-masing.
Tinggal bagaimana kita menempatkan diri. Apakah melihat sesuatu dengan cara yang pesimis atau optimis. Bila kita melihat masalah secara optimis, pasti timbul keyakinan segala sesuatunya ada hikmahnya. Berbeda bila kita melihat masalah secara pesimis, pasti dunia itu terasa gelap. Harapan yang kita damba sudah sirna.
Coba perhatikan, diri kita sendiri atau orang yang ada disekitar kita. Manakala sedang memiliki masalah pasti rambutnya acak-acakan. Tak terasa secara reflek tangan ini mampir ke kepala dan berputar-putar.
Naluri setiap manusia, pikiran yang kacau akan menghasilkan perbuatan yang kacau pula. Bila hal ini terjadi secara terus menerus pasti menjadi sesuatu yang khas, meski banyak pula orang lain yang mengikutinya.
Memang apa yang khas saat ini bukan sesuatu yang unik. Ia hanyalah sesuatu yang sering nampak dan menjadi penanda. Agar di ingat orang lain, bila ada hal yang berbuat serupa kita akan bilang, “kamu itu mirip…..!”
Kalimat yang cukup populis untuk menggeneralisasi apa yang kita lihat pada orang di sekitar kita. Kebiasaan mengkotak-kotakan sesuatu yang kita lihat pada apa yang telah ditentukan masyarakat. Masyarakat kita yang lumayan latah menanggapi perkembangan jaman.
Kebiasaan yang kelak menjadi culture, akibat diamini orang-orang yang ada di sekitarnya. Semoga anggapan saya di atas salah. Yang terjadi saat ini lebih didasari kesadaran akan akibat-akibat bila hal itu di pilih. Bukan satu pandangan sesaat yang bias dan menyilaukan mata.
Membuat penglihatan kita kabur, apa yang kita lihat bukanlah sesuatu yang sebenarnya. Sesuatu yang nisbi dari kejadian yang nisbi.

Minggu, 07 Juni 2009

Bukan Perjalanan Hidup

Teringat beberapa anak yang sedang mengikuti pendidikan dan latihan survival saya jadi ingat kalau dulu saya pernah seperti mereka. Melihat mereka yang kesakitan, kelelahan, sampai terkadang hilang kesadaran. Ada juga seorang kawan yang bilang memasuki hari ketiga sampai hari kesepuluh peserta diklat mirip anak autis.
Anak-anak yang mengalami gangguan atau kesulitan dalam bersosialisasi dengan yang lain. Seolah memasuki dunia yang berbeda, semua menyeramkan dan menyedihkan. Hidup seperti dalam cengkraman tatanan yang serba sulit dan tak pasti, tak tahu kapan kita bisa istirahat, makan, minum atau menikmati hidup. Semua dalam bayang-bayang gelap, kita harus waspada bila ingin selamat.
Perlakuan yang tidak menyenangkan, itu yang pertama harus diterima dan dirasakan peserta. Bahwa dunia tak seindah apa yang dipikirkan. Perlu banyak persiapan bila kita ingin hidup aman dan tentram. Ada keahlian yang harus dimiliki untuk tetap bertahan hidup.
Waktu berjalan seolah tak ada akhir kecuali keyakinan bahwa semua akan indah pada waktunya. Tak bisa menentukan hari ini hari apa atau jam berapa, semua sama saja tak ada tanda-tanda yang bisa menyelamatkan diri kita kecuali daya tahan kita. Tak perlu kekuatan besar yang penting bisa menjaga bahwa kita dalam keadaan sadar sepenuhnya.
Selama menjalani diklat yang ada hanya penyesalan kenapa dulu secara sadar saya memasukan diri kita pada ruang dan tempat yang tidak mengenakan. Sama seperti itu mungkin dalam hidup kita pernah menyesal kenapa kita mesti ada dan menjalani hal yang tidak menyenagkan dalam hidup. Tapi semua itu akan terbantahkan bila telah berakhir. Selesai diklat kita akan orgasme, bahwa kita telah melalui satu tahapan yang sangat sulit dalam hidup. Tidak semua orang mampu melaluinya tapi kita memilih untuk melaluinya secara sengaja dan sadar.
Sama seperti itu, kelak bila kita tua pasti akan tersenyum bangga dan bahagia bahwa kita telah pernah hidup. Berbuat banyak hal, memberi manfaat dan kenangan yang tak pantas dilupakan.
Saat ini mungkin kita belum merasakan orgasme tersebut karena kita baru berproses. Tunggu saatnya selesai proses dan kita tuai hasil yang telah kita lalui dalam perjalanan hati dan pikiran.

Dulu Era Sinetron, Kini Era Reality Show

Menyimak lika-liku manusia sungguh menyenangkan. Sering kali menguras air mata atau memang diseting untuk menguras air mata penikmat. Sajian dengan kemasan eksploitasi sisi-sisi emosional yang terkadang mengesampingkan akal sehat.
Dengan berbagai kesamaan latar belakang bisa membuat kita memiliki alasan untuk terlibat, masuk dalam arena atau drama yang disajikan media.
Semua media sama saja dari media cetak, audio ataupun audio video mengajak kita masuk kedalamnya. Paling mudah lihatlah televise, kalau dulu zamannya sinetron yang menampilkan sisi heroisme sekarang telah berubah. Lebih menampilkan sisi humanisme dengan mengedepankan emosional. Penonton dijaga agar tidak beranjak dari tempat duduk meski hanya ke toilet untuk buang air kecil.
Seting yang dibuat seolah menyihir rasa keingin tahuan penonton akan kelanjutan tokoh yang tertindas. Banyak ibu-ibu yang kadang lupa mengurus anak ataupun keluarga karena terlalu asyik di depan layar kaca.
Eranya telah berubah, tahun ini bukan era sinetron. Tahun 2009 menjadi era reality show, sama-sama menguras air mata. Kalau ingin membuktikan setelah shalat asar nyalakan televise, pasti akan kita temukan acara reality show dan akan terus tayang menjelang maghrib. Semua sama saja disetiap stasiun telah disediakan tinggal menyesuaikan minat.
Tayangan ini ternyata lebih mendongkrak rating. Mampu menggugah rasa penonton bukan hanya pada tataran simpati tapi lebih dalam berupa empati. Atau kalau mau lebih ekstrim semuanya itu hanya perasaan sesaat semata.
Semua tayangan tersebut dibutuhkan banyak air mata, kalau tidak bisa air mata kejujuran cukuplah air mata buaya yang penting masyarakat kita yang haus akan tontonan hati terpuaskan. Ketika menikmati kita tidak perlu berfikir dan mengernyitkan dahi sebenarnya apa yang ingin disampaikan.
Tayangan yang mengedepankan rasio atau penalaran telah berkurang. Masyarakat lebih ingin di nina bobokan dengan melihat orang yang lemah, teraniaya atau kalau perlu tertindas.
Semua serba instant. Apa yang disajikan memberi efek besar tapi sesaat. Bila tayangan selesai berarti selesai sudah wisata emosional kita. Bila ingin menikatinya tinggal tunggu keesokan hari pasti disajikan kembali.
Tidak cukup sekali melihat dan mengambil hikmah yang ada di dalamnya. Pemanjaan yang terencana dari pemodal bagi masyarakat yang tercekoki apa kata media. Masyarakat tinggal mengamini dan menimati saja atau mulai dari sekarang matikan televise dan beralih pada hal nyata disekitar kita. Sesuatu yang bukan hasil rekayasa tapi lebih membumi dan ada disamping kita.

Menanti Kelahiran Untuk Persiapan Dewasa

Meski saya laki-laki, saya sependapat kalau momen menjelang kelahiran sebagai masa yang sangat menegangkan. Masa-masa yang sangat krusial akan suatu nasib. Si jabang bayi akan lahir selamat sehat dan normal atau ia akan lahir dengan keadaan cacat, tidak sempurna atau sakit-sakitan.
Perasaan yang dialami bukan saja oleh si ibu yang akan melahirkan tapi juga oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Rasa senang akan kelahiran anggota baru dibarengi dengan ketakutan kalau-kalau terjadi sesuatu kepadanya. Semua perasaan campur aduk jadi satu hingga kita sulit mengungkapkan dalam kata-kata.
Hal ini terjadi bukan hanya pada kelahiran pertama, kedua atau keberapa. Semua sama menegangkan, adanya perasaan tidak menentu.
Kelahiran si jabang bayi memberi harapan baru. Harapan akan masa depan yang lebih baik, lebih cerah, lebih jelas dan memberi manfaat pada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Memberi perubahan dalam setiap masa. Dimulai dari kelahiran, tumbuh besar untuk menjadi dewasa. Mencapai kemapanan secara penuh lahir batin penuh keseimbangan. Memang sulit untuk besar dan dewasa tapi itu bukan sesuatu yang tidak mungkin diraih. Perlunya daya upaya, totalitas dalam setiap penyelesaian masalah yang ada. Bukan menghindar karena itu hanya akan menunda masalah sebab. Menyelesaikan masalah saat ini dengan berpikir jauh kedepan sehingga kelak tidak akan timbul lagi.
Belajar dari apa yang telah dilakukan orang lain. Benar bila pengalaman adalah guru yang paling berharga tapi alangkah cerdiknya bila kita bisa menyelesaikan masalah dari kesalahan orang lain.
Perlu juga kita mengalami kegagalan karena hal itu akan membuat kita senantiasa rendah hati bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna. Tak ada nilai seratus persen untuk manusia karena itu hanya milik Tuhan.
Apa yang kita anggap benar saat ini belum tentu bagi anak cucu kita kelak. Tak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Semua dinamis kalau kita ingin merasa hidup. Apa yang kita lakukan harus lebih baik dari hari kemarin. Ada sebuah usaha untuk belajar menjadi lebih baik dan menjadi manusia pembelajar.
Sudah bukan saatnya hanya menunggu petunjuk tentang apa yang harus kita lakukan untuk menyongsong masa depan. Saatnya bagi kita untuk menyiapkan jalur yang akan kita lalui. Jalur yang berbeda, dengan pertimbangan ada unsur mendidik dan membuat kita menikmati apa yang kita lakukan, lebih menyenangkan bukan asal sampai tujuan tapi bikin hidup lebih hidup.
Untuk tumbuh besar dan dewasa memang tidak semudah membalik telapak tangan tapi semua masih mungkin selama ada keyakinan bahwa kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri tapi lebih berorientasi memberi manfaat bagi orang lain.

Sabtu, 06 Juni 2009

Menjawab Pertanyaan Kamu

Ada kawan yang bertanya, "Kenapa media kita suka menampilkan hal-hal yang berbau kekerasan atau kriminal?"
Untuk menjawab pertanyaan itu sebenarnya gampang-gampang susah. Kalau kita merujuk pada konsep dasar manusia secara psikologis mungkin akan kita temukan jawabannya.
Jawaban kenapa masyarakat kita begitu menikmati tayangan yang berbau kekerasan, mungkin salah satunya lebih dikarenakan kekecewaan akan hal-hal yang menurut ego kita harus ada tapi kita tidak dapat atau belum mendapatkannya. Atau kadang kita merasa diperlakukan secara tidak adil. Sering kali ada orang yang bisa tertawa manakala orang lain bersedih. Penerapan standar atau nilai-nilai tanpa dasar yang jelas, yang dapat dijadikan tolak ukur bahwa kita juga harus sama seperti yang lain.
Sayangnya kita tidak mau berkaca seperti apa kita, apa yang telah kita miliki dan apa yang telah kita siapkan untuk sampai kesana. Saya sepakat dengan pepatah, semut diseberang lautan masih terlihat tapi gajah dipelupuk mata justru tidak terlihat.
Apa yang hendak kita lihat terhalang oleh ukurannya yang terlalu besar sehingga kita tidak mampu mengukur diri sendiri.
Secara tidak sadar telah kita kotak-kotakan, kita masukan dalam satu wilayah semau kita. Semua subjektif diri, membuat apa yang telah ada masih saja terasa kurang. Cobalah masuki ruangan secara objektif dengan memperhatikan norma yang berlaku.
Hampir semua orang didunia ini memiliki kekecewaan. Tak ada yang sempurna. Bahwa luka itu harus ada, yang mampu mengajarkan pada kita suatu pemahaman baru. Memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering kali muncul dan menggaggu manakala kita hendak tidur.
Pertanyaan yang tidak bisa terjawab dengan membaca buku atau dijawab si ahli. Tapi kita harus melaluinya, mendapat pengalaman secara spiritual bahwa Tuhan beri kita yang terbaik.
Ada alasan kita menyukai kekerasan tapi jangan cari alasan untuk berbuat kekerasan. Dunia damai itu indah, dunia penuh kasih dan senyum. Saling memberi semampunya.

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

TAK kuasa menahan tangis ibu mertua Sapri pingsan usai putusan hakim. Sapri divonis penjara delapan bulan karena dianggap sebagai penadah barang curian. Ia tak menyangka kalau anak menantunya akan dipenjara lantaran membeli motor bebek.

Peristiwa bermula sekitar empat bulan lalu, Sapri pulang ke rumahnya di Jalan RE Martadinata, Teluk Betung dengan sepeda motor Honda Supra Fit bernomor polisi BE-8325-CQ. Sapri mengaku membeli motor tersebut dari Ahmad Aday seharga Rp 2,1 juta.

Tak berapa lama Sapri ditangkap kepolisian karena diduga sebagai penadah motor curian. Setelah menjalani dua kali sidang Kamis (28/5) diputus delapan bulan penjara. Terhadap putusan hakim Sapri hanya menerima dan tidak akan melakukan banding.

Pihak keluarga hanya pasrah menerima putusan hakim dan berharap ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga. Semoga dengan kejadian ini bisa membuatnya lebih berhati-hati.

"Mau banding kemana mas, untuk makan saja susah. Untung sudah menjalani tiga bulan, tinggal nunggu yang lima bulan," keluh istri Sapri ketika ditemui Tribun di ruang tunggu tahanan Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Istri Sapri mengisahkan kalau anaknya ada dua dan masih kecil-kecil. Yang besar namanya Reza, ia belum bisa apa-apa meski usianya 12 tahun. Reza masih berperilaku seperti anak usia enam tahun.

"Kakak belajar di rumah saja ya," ujarnya sambil membelai rambut anaknya. "Anak saya ini mengalami kesulitan dalam belajar, pernah saya masukan TK terus SD tapi sampai sekarang belum bisa membaca dan menulis," imbuhnya.

Istri dan mertua Sapri tidak tahu harus dengan cara apa untuk bertahan hidup. Sapri sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga yang bekerja sebagai buruh harus mendekam di penjara. Kalau istrinya sedang dapat pekerjaan upahnya hanya Rp 20 ribu perhari.

Istri Sapri berharap agar kejadian ini tidak menimpa orang lain dan cukup suaminya saja yang dipenjara karena membeli barang curian. Keluarga Sapri rela kehilangan uang ataupun motor yang harus dijadikan barang bukti. Ia hanya bisa berharap dapat menjalani sisa hukuman dan menyadarkan Sapri untuk lebih hati-hati.

Ari Riwayatmu Kini

ARI tertunduk lesu di ruang tahanan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Menempati ruangan tanpa jendela berukuran sekitar sembilan meter persegi bersama seorang terdakwa. Ia memakai baju gamis dan peci, sama seperti pesakitan lainnya.

Dengan langkah gontai diikuti petugas dari kejaksaan dan kepolisian berjalan menuju poliklinik. Ia dibesuk kawan lama. Seorang kawan yang peduli akan nasib Ari. Di dalam poliklinik terlihat diantaranya bermain kode. Mereka berbicara sangat pelan supaya tidak ketahuan pihak kepolisian dan kejaksaan.

Didalam poliklinik tidak hanya Ari, tapi empat tersangka lain yang juga sedang dibesuk. Mereka tak saling tegur sapa.

Selasa siang (19/5) Jamhari baru saja dipindahkan usai menjalani penyidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Kejati melimpahkan Ari ke Kejari dengan disertai berkas dakwaan atas kepemilikan inex. Ia ditangkap sekitar dua bulan yang lalu di dalam sebuah diskotik

Jamhari hanya berbicara seperlunya. Terkadang tersenyum meski ada kesan dipaksakan. Hari itu belum ada satupun sanak keluarga yang menjenguknya.

Berbeda dengan nasib tersangka lain yang ditemui sanak keluarga. Mereka tercukupi secara perut dan ada teman bicara.

Ari merasa lapar dan belum makan siang dari pagi sampai siang. Sebelum kita pergi, ia berpesan untuk dibelikan nasi padang.

Dari temannya diketahui bahwa profesi Ari dulunya adalah wartawan. Ia tak menyangka kalau temannya yang pendiam akan berurusan dengan hukum karena narkoba

Istri Jebloskan Suami ke Penjara

YANTI tanpa ragu mengatakan "saya tak menyesal melaporkan suami saya ke polisi, biarlah itu jadi pelajaran agar tak semena-mena pada istri dan anak." Ucapan itu terlontar dari korban KDRT dengan tersangka Sugiono, suaminya sendiri.

Yanti banyak mengisahkan pengalaman menyakitkan yang telah ia alami bersama anaknya. Sering mereka menerima perilaku kasar yang dilayangkan Sugiono. Pernah suatu ketika tanpa alasan yang jelas Sugiono marah-marah lalu memaki-maki Yanti dan menjambaknya.

Bukan hanya itu, tapi pernah juga Yanti diseret Sugiono yang sedang mabuk dihadapan tetangga. Para tetangga mengaku tidak berani menolong karena Sugiono dikenal sebagai pemabuk dan pemarah.

Sugiono mengaku selama beberapa bulan terakhir ini tidak bekerja. Ia baru saja diberhentikan dari pekerjaannya sebagai satpam. Praktis ia hanya dirumah bantu-bantu pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci dan bersih-bersih rumah.

Yanti akhirnya menggantikan posisinya sebagai tulang punggung keluarga. Selama Sugiono menganggur Yanti bekerja sebagai buruh cuci disebuah loundry.

Puncak pertengkaran terjadi pada 24 Mei kemarin. Sugiono mengamuk dan menghajar putrinya, Indira (7) yang masih duduk kelas 2 SD. Indira kena sabetan tangan sampai mukanya memar-memar.

Sugiono menjelaskan pemukulan yang dilakukan kepada Indira bukan karena ingin menghajar atau melukainya. Ia berkilah hanya ingin memberi pelajaran Indira di depan ibunya.

"Males aku punya bapak kasar seperti kamu. Besok-besok kalau sudah besar pasti aku bunuh bapak," kata Sugiono menirukan kata-kata anaknya.

Setelah melakukan visum di Rumah Sakit Abdul Moeloek Yanti bersama ayahnya berangkat ke Mapolsek Kedaton dari kediamannya di Gedung Meneng untuk melaporkan Sugiono.

Yanti mengaku masih bingung, apakah akan menceraikan suaminya atau tidak. Ia akan menunggu keputusan keluarga. Tapi dalam hati ia berjanji untuk tidak akan kembali ke Sugiono lagi.

"Cukulah sembilan tahun saya mengalami sakit hati dan badan ini sakit akibat ulahnya," tutur Yanti lirih.

Yanti dan anaknya mengalami trauma karena perilaku kasar Sugiono. Akibat pemukulan itu Indira tidak mau keluar rumah atau ke sekolah karena takut bertemu ayahnya.

Kini setelah pihak Polsek Kedaton menangkapnya, Yanti sekeluarga merasa aman. Ia tak lagi memiliki alasan untuk takut berada di rumah. Nampak setelah penangkapan Sugiono, Yanti bisa tertawa menerima telepon dari kerabatnya di ruang periksa Mapolsek Kedaton yang menanyakan kabar anaknya.

Demi Anak Mintarsih Mencuri Susu

MINTARSIH menagis mendengar dakwaan jaksa. Ia di dakwa karena dua bulan lalu mencuri dua kotak susu Dancow di Indomaret bilangan Way Halim, Sukarame, Bandar Lampung. Ia terpaksa mencuri karena tidak mampu membeli susu untuk anaknya.

\Ibu satu anak ini mengakui semua yang didakwakan jaksa. Mintarsih menceritakan bahwa pertengahan bulan Maret 2009 ia dan anaknya hijrah dari Serang ke Lampung. Setelah satu Minggu di Lampung ia kehabisan uang.

Ia beberapa kali mencari pekerjaan tapi tidak membuahkan hasil. Hal ini membuat Mintarsih gelap mata, terlebih ia tak tega melihat anaknya menangis. Terdesak oleh kebutuhan ia terpaksa mengambil susu dari Indomaret.

Peristiwa pencuriaan itu terjadi pada hari Selasa (24/3) di Way Halim, Sukarame. Ia masuk ke toko dan merasa aman maka ia mengambil dua kotak susu lalu pergi. Tapi ternyata ada seorang bapak paruh baya yang melihat dan melaporkan ke pelayan. Pelayan lalu memanggil Mintarsih, karena gugup susu Dencow yang diambil jatuh di depan toko Indomaret.

Saksi yang melaporkan itu mencoba mendamaikan agar masalah ini tidak berlanjut. Tapi pelayan toko tetap bersikeras untuk melaporkannya ke pihak yang berwajib.
Kini, Mintarsih hanya pasrah karena di kenai pasal 362 KUHP tentang pencurian. Ia tak menyangka karena perbuatannya akan dituntut dengan penjara maksimal lima tahun.

Selasa (26/5) siang usai sidang pemeriksaan maka sidang dilanjutkan Selasa (2/6) depan untuk pembacaan tuntutan. Ia berharap agar diberi keringanan karena ia punya tanggungan anak.

Selesai sidang Mintarsih tetap menangis. Ia ditinggal sendiri di ruang sidang. Jaksa Penuntut Umum yang hendak pergi kembali masuk menemani Mintarsih. Jaksa merasa iba dan berusaha menghibur sampai ada petugas dari kejaksaan yang menjemput.

Selama menjalani sidang tak ada satupun sanak keluarga yang menunggui. Yang ada hanya Mintarsih, hakim dan Jaksa Penuntut Umum.

Selasa, 02 Juni 2009

Mencoba Memanjakan Diri

Ah mata ini terasa berat sekali meski waktu baru menunjukan pukul 10 malam lewat sedikit. Saya tak tahu kenapa tidak seperti biasanya. Bukankah selama ini saya baru bisa terlelap diatas pukul 12 malam. Apa ini permintaan bawah sadar bahwa saya harus istirahat.
Walau mata ini terasa berat tapi akan tetap kucoba untuk bertahan. Menanti tengah malam tuk istirahat, bukan untuk apa. Sekadar membiasakan diri untuk mencukupkan bahwa saya pasti bisa istirahat kurang dari delapan jam.
Tak tahu setan apa yang bergelantungan dikelopak mataku hingga ada kesempatan tuk bersandar pasti segera terlelap. Tak terhitung berapa kali saya harus menguap dan memaksakan diri untuk tetap menatap monitor.
Mencurahkan apa yang sekiranya masih bisa kucurahkan. Tidak hanya terbuang cuma-cuma tapi tercetak dalam huruf demi huruf menjadi susunan kalimat. Semoga saja bisa membuatku terkenang atau syukur-syukur ada yang bisa membaca dan menjadikan bahan diskusi.
Mencoba tidak ngelantur memang sulit. Belim juga pukul 12 malam tapi saya rasa harus merebahkan diri. Bukan untuk tidur tapi saya ingin memanjakan diri.

Sabtu, 30 Mei 2009

Siapkan Alasan Kenapa harus Berbuat

Hari terasa semakin panas. Entah hanya perasaanku saja atau juga dirasakan yang lain. Yang jelas orang-orang disekitarku tak sungkan untuk berkipas-kipas ria. Ada kertas ya pakai kertas, kalau tak ada yang bisa dipakai buat kipas. Baju sebagai alternatif terakhir.
Waktu sudah semakin malam, udara diluar semakin lembab, tercium bau tanah akibat hujan. Tapi tetap saja kegiatan menyamankan diri tak bisa dihentikan. Mata semakin gelap untuk menatap apa yang ada di sekeliling. Semua berjalan dengan pelan tapi pasti.
Sabtu yang cukup berat untuk menanti hari libur. Sudah dipastikan bahwa besok akan libur tapi tetap saja itu tak membuatku bersemangat. Ketika libur tiba perbedaan hanya ada di mess. Tidak harus dipaksakan berkeliling kota untuk mengejar setoran. Ada sedikit waktu untuk memanjakan mata dan badan di atas tempat tidur.
Mencoba menikmati waktu libur layaknya orang lain. Melepaskan diri dari segala rutinitas. Berfikir bahwa libur sesaat akan memberi waktu kita bersyukur bahwa kita masih ada kesibukan dan pekerjaan yang layak diperjuangkan.
Waktu yang ada tidak terbuang percuma, terlewati tanpa kesan. Bahwa apa yang kita lewati hari ini akan memberi kesan di waktu yang akan datang. Suatu masa yang akan membuat kita tersenyum dikala kita tua. Dikala kita melihat tingkah polah anak kita kelak atau perilaku remaja yang mirip kita dimasa lalu.
Memang benar bila ada yang bilang masa-masa muda adalah masa yang tak terlupakan. Banyak kejadian yang akan muncul waktu darah kita bergejolak. Sering kali ego mengalahkan rasio, hanya karena malu atau gengsi kita akan kehilangan sesuatu yang sangat berarti.
Waktu muda jauh memberi kesempatan untuk berkembang, belum ada tuntutan yang jelas dan imajinasi yang "liar" akan membuat kita meraih apa yang kita cita-citakan. Menjadi kewajiban kita untuk menentukan apa yang terbaik untuk kita. Menyiapkan alasan kenapa kita harus meraihnya akan menjaga semangat kita untuk berada dijalur yang sesuai.
Segala sesuatu bisa terjadi atau tercapai bila kita punya alasan. Tak ada yang muncul atau ada secara tiba-tiba atau tanpa rencana. Disadari atau tidak sebenarnya apa yang telah kita lakukan adalah bagian dari langkah kita untuk menyiapkan masa depan.

Kamis, 28 Mei 2009

Jadi Pemenang Tak Perlu Siapkan Diri

Semakin lama menjalani hidup kepala ini semakin berat. Banyak hal yang tidak cukup hanya dipikirkan. Harus diselesaiakan dan tidak ada kata nanti sebab nanti adalah kegagalan. Banyak orang mencoba segala hal yang masih bisa diraih. Dengan segala usaha dan upaya.
Selagi masih muda menggapai setinggi langit. Bila merasa belum cukup siap tetaplah mencoba. Dengan mencoba kita akan mendapat pengalaman baru, wacana baru dan tentunya gairah baru. "Hidup tidak melulu begitu." Dunia begitu luas, terlalu banyak bagi kita untuk memilih. Tak ada alasan untuk mencoba. Semua sah dan tak ada alasan untuk kata tidak. Kata tidak bisa hanya dimiliki orang yang kalah sebelum bertanding.
Laki-laki hanyalah mereka yang siap dan berani menyiapkan diri untuk suatu kegagalan. Untuk menang seseorang tidak perlu persiapan atau latihan. Menang adalah sebuah naluri homo homini lupus. Naluri yang telah ada sejak kita lahir.
Mungkin itulah kekeliruan dunia pendidikan kita, selama ini kita hanya disaiapakan untuk jadi pemenang. Sejak kecil atau dari bangku TK sampai perguruan tinggi kita hanya diajarkan dan disiapkan untuk menjadi pemenang.
Padahal pemenang sejatinya hanya ada satu diantara jutaan peserta. Tak ada pemenang kedua atau ketiga. Itu hanya hiburan agar acara lebih meriah dan melibatkan emosi banyak orang. Agar semua turut bermain.
Semua adalah industri, aturan yang tertata apik sesuai kebutuhan pasar. Perlombaan sebisa mungkin melibatkan emosi masyarakat luas supaya ada pengakuan, dia layak jadi juara. Legetimasi yang dipaksakan menjadi satu kebutuhan. Prestasi ada tingakatan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah.

Rabu, 27 Mei 2009

Tak Takut Gagal

Jangan biarkan rasa takut akan kegagalan mencegahmu untuk berjuang. Satu kalimat yang selalu saya ingat. Memberi semangat dan harapan bahwa kita pasti akan berhasil dan meraih masa depan.
Mungkin tak banyak orang yang percaya akan kekuatan sebuah kata-kata. Tapi ingat bila kata-kata itu terinternalisasi dalam hati maka akan menjadi sumber tenaga baru yang bisa menjaga semangat kita.
Banyak orang yang yakin akan kekuatan sebuah kata-kata. Kata yang ditindak lanjuti tentunya, bukan hanya sebuah janji kosong. Banyak orang yang percaya akan keyakinan dan berjuang untuk mewujudkan cita-cita. Kegagalan dalam berproses bukanlah akhir dari segalanya tapi itu hanyalah sandungan kecil.
Rintangan yang harus kita lewati bila kita ingin kuat berdiri dan berjalan. Tak ada cerita orang sukses tanpa kegagalan, tak ada orang besar secara tiba-tiba. Semua ada tahapan yang harus di lewati. Pelan tapi pasti ada progresnya.
Proses memang menyakitkan sama seperti ketika kepompong mau jadi kupu-kupu. Ia harus berpuasa menahan diri untuk mencapai kesempurnaan. Dalam hidup manusia coba mungkin ingat dengan Sidharta Gautama bagaimana ia merelakan dagingnya untuk di makan elang agar tidak mati.
Bila saja Sidharta tidak meninggalkan kemewahan maka ia akan tetap menjadi raja. Mungkin ia akan menyesal ketika mati karena ia hanya mati sebagai seorang raja semata. Tidak akan di kenang sampai sekarang dan mungkin seribu tahun mendatang.
Ia memiliki keteguhan hati dan keyakinan bahwa ia harus berderma, mengajarkan suatu amalan dalam sebuah perjalanan hati. Dalam setiap langkah ada usaha untuk memberi secercah harapan untuk orang lain. Hidup bukan hanya untuk diri sendiri tapi lebih pada usaha untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran.

Selasa, 26 Mei 2009

Mencoba Menimati Hari Yang Menyebalkan

Selasa yang lumayan panjang. Sejak tadi pikiran dibuat pusing karena kebetulan ada Alay sidang. Tapi biarlah bila saat ini saya gagal memberikan yang terbaik tapi besok saya harus berusaha untuk lebih baik dan terus belajar untuk menjadi baik.
Bukan untuk orang lain tapi lebih untuk masa depan saya. Bila saya yakin dengan menulis akan membuat saya lebih tahu dan tahu lebih banyak. Kenapa tidak saya terima proses ini dengan lapang dada meski menyakitkan.
Saya yakin proses kelahiran seorang bayi kedunia itu menyakitkan. Walau begitu semua yang ada pasti tersenyum menantikan kedatangannya. Ada harapan yang akan mencerahkan dunia. Dari si jabang bayi akan muncul hal-hal yang luar biasa. Satu prestasi atas karya yang luar biasa.
Memberi perubahan dalam dinamika dunia, menjadikan lebih berwarna dan memberi kesan "tak terlupakan". Munculnya ide-ide baru yang akan menambah khasanah berpikir, olah rasa dan pemaknaan atas apa yang terjadi.
Tidak lagi melihat dunai dari kacamata pribadi yang bersifat subjektif. Mencoba melihat masalah secara arif dengan kaca mata yang lebih objektif. Harus saya akui bahwa di dunia ini tidak ada yang absolut objektif, setidaknya melihat dari kaca mata banyak orang.
Adanya sebuah parameter untuk melakukan atau menolak tidak melakukan. Bukan hanya masalah benar dan salah, baik atau buruk.
Datangnya waktu tidak bisa dicegah atau halangi. Entah menyebalkan atau menyenangkan bila waktunya datang pasti datang. Mencoba menikmati dengan mengambil hikmah terbaik, yang sesuai dengan kebutuhan dan diri kita apa adanya. Tidak perlu takut atas kritik yang dilontarkan kawan. Kalau kita bisa menyikapinya pasti akan lebih membuat kita dewasa.
Berpikir jauh kedepan, setidaknya ada bayangan lima tahun kedepan atau sepuluh tahun kedepan kita akan menjadi seperti apa. Adanya tujuan yang jelas bahwa kita menjadi pecundang atau pemenang kita yang menentukan.
Tak ada yang kuasa atas diri kita selain diri sendiri. Segala sesuatu ada kendali bila kita mau berusaha secara optimal. Menyelesaikan hal-hal kecil dengan cara-cara yang besar. Melihat masalah didepan kita dengan berpikir jauh ke depan.
Tak ada yang sia-sia atas apa yang telah kita lakukan. Apa yang kita lakukan adalah investasi jangka panjang. Kita akan meraihnya suatu saat nanti tanpa kita duga, tentunya.

Sabtu, 23 Mei 2009

Manusia Hidup Siapa Yang Tahu

Lampiran
URLJenis MIME
Tambahkan link lampiranTambahkan link lampiran
TulisEdit HTML
Ukuran huruf
  
Tebal Miring
  
Warna Teks
  
Tautan
  
Rata Kiri Rata Tengah Rata Kanan Rata Penuh
  
Daftar Bernomor Daftar Berbutir Blockquote
  
Periksa Ejaan
  
Tambah Gambar
  
Tambah Video
  
Menghapus Format dari bidang pilihan
  
Pratinjau
Opsi Entri
Label untuk entri ini:
contoh skuter, liburan, musim gugur
Jalan pintas: tekan Ctrl dengan: B = Tebal, I = Italic, P = Publikasikan, S = Simpan, D = Konsep lainnya
Terbitkan Entri
Terbitkan Entri
Simpan Sekarang
Simpan Sekarang
Simpan sebagai Konsep
Simpan sebagai Konsep
Konsep disimpan otomatis di 00:02

Jumat, 22 Mei 2009

Bila Kamu Pusing Jangan Baca Tulisan Ini

Percayakah kamu bahwa hidup kita dipenuhi simbol-simbol? Apa yang kita kenakan, apa yang kita yakini atau apapun itu yang melekat pada diri kita bisa diinterpretasikan. Terserah mau menggunakan kajian dari kaca mata siapa. Semua berhak menyimpulkan dengan kapasitas dan caranya masing-masing.
Ambilah contoh, orang yang senantiasa memakai baju hitam. Ada Romi Rafael si pesulap, Aziz MS gitaris jamrud, sampai Permadi seorang spiritualis. Mereka sama-sama selalu berkostum hitam-hitam tapi kalau ditanya alasannya pasti berbeda.
Tak perlu jauh-jauh untuk mencari jawaban pada orang terkenal tersebut. Cukuplah menanyakan pada orang disekitar kita, kenapa demikian. Pasti akan ditemuakan seribu atau sejuta jawaban. Semua tak ada yang, semua benar. Tentu kebenaran yang nisbi sesuai dengan apa yang di yakini pula.
Semua jawaban dapat diperoleh dengan dengan menemukan pemahaman atau latah. Sekadar ikut-ikutan kata teman atau terpengaruh dari apa yang dilihat dan dibaca kemudian terinternalisasi.
Tapi alangkah baiknya bila pemahaman kita akan konsep diperoleh dari semua itu. Hasil dari melihat, membaca, meniru kemudian terinternalisasi menjadi konsep yang tersimbolkan. Jelas, orisinil dan unik serta membangun.
Tidak semua orang mampu merangkai simbol-simbol yang ada dalam suatu konsep yang jelas. Konsep mungkin hanya jelas secara subjektif, bagi orang-orang sekomunitas atau sepaham. Tidak berlaku bagi yang lain. Butuh satu bahasa atau simbol untuk menerangkan.
Bukankah tiap daerah memiliki bahasa yang berbeda pula. Dalam satu provinsi saja mungkin di diami beberapa komunitas dengan bahasa yang berbeda, aturan yang berbeda dan tatanan yang berbeda pula.
Pastinya simbol-simbol tersebut akan memperkaya khasanah berpikir kita. Semoga........

Menjadi Dewasa Itu Pilihan

Rupa-rupa kehidupan. Semua penuh dengan warna. Warna yang berasal dari lingkungan sekitar atau warna dari kita sendiri yang ingin kita lukis pada kertas kita dan akan mewarnai dunia. Semua sah dan siapapun bebas memilih, diwarnai atau mewarnai.
Seberapa kita sadar kalau kita punya kesempatan untuk melakukan perubahan. Perubahan yang mendasar bagi diri kita dan akan merubah jalan hidup kita. Atau mungkin malah merubah peradapan dunia. Semua dimulai dari yang kecil, tak ada yang besar tanpa yang kecil dan tak ada akhir tanpa awalan.
Memang indah dan romantis bila kita menentukan warna-warna khas yang ada pada kita. Mencoret, menggaris, mengarsir atau menitik-nitik pada setiap kertas kehidupan.
Bayangkan kalau sedari dulu kita sadar kita bagaikan kertas putih. Dan kita bisa memberi warna bukan diberi warna. Memiliki jati diri yang unik tanpa satu orang pun yang menyamai. Berani tampil beda dengan konsep diri yang jelas. Bukan konsep yang didapat dari orang lain. Sebab konsep diri yang tidak jelas hanya akan menghasilkan pribadi instan.
Mudah terombang-ambing oleh arus jaman. Setiap terjadi perubahan mode akan ikut berubah. Celakanya bila dari semua yang dianut tidak ditemukan satu konsep yang jelas. Konsep yang bisa membawa kearah yang lebih baik.
Proses pendewasaan atau pencapaian tertinggi dari perjalanan hidup manusia secara psikologis. Dimana ia mampu menempatkan diri pada tempat yang sesuai. Semua ada pertanggung jawaban dan alasan yang rasional kenapa itu harus terjadi.
Ya, menjadi dewasa adalah pilihan, dan kamu silahkan pilih mana jalan yang akan kamu ambil?

Belajar Dari Manusia Akar

Tadi secara tidak sengaja saya bertemu orang yang teramat tabah, mungkin dia layak disebut nabi Nuhnya Indonesia. Ia menderita penyakit kulit sejak 15 tahun yang lalu. Penyakit yang sama sekali tidak tahu dari mana asalnya. Dari keluarga juga bukan sebab ini mungkin orang kedua yang terkena di Indonesia.
Tanpa penyesalan ia jalani hari-hari dengan kesendirian, menutup diri. Ia enggan merepotkan orang lain. Cukup bagi dia yang merasakan kesedihan. Selama menjalani perawatan tak pernah sekalipun merepotkan perawat atau dokter yang mengurusnya.
Beliau adalah Zainal. Media memberi julukan manusia akar. Manusia yang sempat ditubuhnya ditumbuhi kutil hidup. Satu virus yang menumpah hidup dikulit bagain luar. Hampir seskujur tubuhnaya dikalahkan. Tapi "Maha Besar Alloh" sampai sekarang ia bisa bertahan dengan segala kekurangannya.
Mengajarakan, rasa syukur tertinggi yang bisa ditunjukan atas apa yang Tuhan berikan. Tidak mengeluh meski badan digerogoti dengan rasa perih dan kepedihan. Bersabar dan percaya bahwa Tuhan pada akhirnya akan memberi yang terbaik.
Setelah, setahun menjalani pengobatan dengan operasi sebanyak 11 kali. Nampak ada mukziyat bahwa Tuhan itu maha besar. Tak ada yang menolak bila ia berkehendak. Memungkinkan apa yang dilogika tidak mungkin.
Selama itu pula ia mengajarkan tentang ketabahan, memberi harapan bagi orang lain. Dengan doa yang tulus semua masih mungkin terjadi. Bukan hanya itu, ia juga mengajarkan pada dunia kedokteran. Satu wacana baru bahwa ilmu terapan kelak akan segera terwujud.
Ilmu yang mampu memberikan pencerahan bagi semua orang yang ada didunia ini. Kesempatan untuk jauh lebih baik. Mengenal bahwa dunia semakin berkembang semakin ditemuakn satu acuan baru yang mampu merubah kehidupan.
Setidaknya bila hal itu tidak mampu terwujud, apa yang ia ajarkan pada satu kehidupan yang humanis tetap ada dan ditularkan pada yang lain.

Rabu, 20 Mei 2009

Jangan Sekalipun Kamu Mengeluh

Ada satu teman yang sering kali menangis dihadapanku. Entah, saya tidak tahu apa alasannya. Tapi setiap kali saya melihat ada yang menangis saya ikut terbawa. Ada semacam kedekatan emosional yang dulu pernah hilang.
Mungkinkah dulu saya seperti itu, cengeng dan berani menangis dihadapan orang lain. Tanpa ragu bahwa orang lain boleh melihat ketidak berdayaan saya. Kurasa dari dulu sampai sekarangpun saya rasa bukan orang yang cengeng. Sebab untuk menagis terlalu banyak alasan. Dari alasan yang tidak masuk akal sampai alasan yang kompleks bisa kita temukan kalau mau mencari alasan untuk menangis.
Menangis, saya rasa setiap orang pernah melakukannya. Cuma intensitasnya yang berbeda. Ada seseorang yang setelah menangis merasa lega. Seolah-olah masalah selesai, tapi ada juga yang dengan menagis masalah malah tambah runyam. Segala masalah yang harusnya diselesaikan dengan kepala dingin ikut terkontaminasi karena hati yang memanas.
Saya sepakat menangis dapat digunakan sebagai katarsis. Sarana menumpahkan segala masalah yang harus keluar. Tanpa tedeng aling-aling menangislah bila itu perlu. Tapi coba bila kita beranggapan bahwa masalah yang kita alami adalah sesuatu yang biasa dan semua orangpun mengalaminya.
Pasti kita akan tersenyum masalah yang kita alami masih jauh lebih ringan dari masalah yang dirasakan orang disekitar kita. Mencoba berkaca dengan cermin yang cernih sehingga kita bisa melihat sesuatu sampai detil jauh mendalam. Bahwa didalamnya ada hikmah yang baik untuk kita.
Akan berbeda bila kita hanya suka mengeluh. Kita melihat masalah atau diri kita dari cermin yang kusam, tidak cernih pasti kita akan berpikir negatif dan pesimis. Harapan itu telah sirna yang ada hanya detik-detik penantian kita akan mati secara perlahan tapi pasti.
Pentingnya sebuah pemahaman akan potensi diri. Kita bisa menjadi apa yang kita pikirkan. Bila kamu berpikir menjadi pecundang pastilah kamu akan jadi pecundang, tapi ingat bila kamu berpikir bahwa "kamu akan senantiasa menjadi manusia pembelajar maka kamu akan menembus batas-batas".
Mungkin perlu dibuat sebuah forum kecil diantara kawan-kawan untuk membahas setiap masalah dengan pendekatan logika bukan dengan pendekatan emosional. Melihat sesuatu secara objektif bukan sensitif.
Berapapun banyaknya orang yang menasehati kita atau memberi pertuah dalam penyelesaian masalah. Tapi bila kita tidak mau membuka diri dan menerima masukan sama saja. Masuk lewat kuping kiri keluar lewat kuping kanan.
Sering saya mendengar ia mengeluh terlalu lelah dengan masalahnya dan mungkin mati akan memberi jalan keluar. Tak ada yang bisa saya sampaikan selain memohon cobalah kamu lihat ibumu sewaktu tidur, lima menit saya.
Perhatikan tiap kerutan diwajahnya..............

Sedikit Renungan Untuk Hari Ini

Apa yang terjadi di dunia ini tak dapat kita duga. Semua mengalir apa adanya, tanpa rekayasa. Bila kita mencoba ingin jujur pada diri sendiri. Beranikah kita jujur dengan segala kekurangan kita, kelemahan kita atau kebobrokan kita.
Pada dasarnya ketika kita telah berani jujur pada diri sendiri kita siap menghadapi dunia dengan segala realitanya. Mungkin akan menyakitkan bila kita tahu apa yang menjadi realita hanyalah sebuah impian. Jauh dari apa yang kita harapkan.
Coba kita hitung dan perhatikan apa yang telah kita lakukan hari ini. Sudahkah kita memberi orang lain. Membuat orang tersenyum. Dan memudahkan urusan orang lain. Setidaknya kalau kita tidak bisa berbuat untung orang lain. Cukuplah merenung dan memikirkan kembali kesan yang telah kita berbuat.
Kalau berani melangkah lebih jauh. Dekatkan dirimu dengan orang-orang yang kamu anggap setingakt diatasmu, idolamu mungkin atau secara kemampuan kamu mengakuinya dengan kerendahan hati.
Berpikir dan bertindak, tidak hanya terencana tapi terarah jauh kedepan bahwa apa yang kita lakukan hari ini dan esok tak ada yang sia-sia. Semua memberi manfaat dan senantiasa kita lebih dewasa. Menyiapkan diri untuk selalu tersenyum meski didera masalah.
Berpikir dan bertindak secara positip............